TST


Bagi yang sering nongkrong di Bandrek Corner, pasti sangat familiar dengan menu yang satu ini. Yup.... Minuman kombinasi bahan yang mengundang keringat saat meminumnya. ^^
Saat paduan rasanya menyapu rongga mulut, maka sensasi segar langsung membuat mata lupa untuk berkedip. Disebut minuman kombinasi, karena memang berasal dari bahan yang berbeda. Bayangkan, saat Teh, Susu, Telur berpadu menjadi satu. Maka akan memberikan cita rasa baru. Bagi yang rada susah menelan telur mentah sebagai suplemen tambahan, maka TST bisa menjadi solusi.
Saya termasuk orang yang tak bisa menelan telur mentah. Bahkan telur setengah matang saja memerlukan sedikit perjuangan untuk menelannya. Sampai istri pun harus menahan tawa tiap kali saya disodorin menu telur setengah matang. Tetapi TST bukan tanpa masalah. Jika salah dalam pengolahan, maka saat diminum akan terasa amis telur. Maka saat mengocok telur, dibutuhkan timing yang tepat kapan menghentikan kocokan telur. Menggunakan mixer menjadi pilihan yang tepat untuk menghasilkan telur yang terkocok dengan sempurna.
Dan..... hasil akhirnya akan memunculkan segelas minuman dengan tiga lapisan warna yang berbeda. Rasanya? Subhanallah, Maknyusss tenan..... !!
TST menurut saya merupakan salah satu seni dalam kuliner. Ia membutuhkan kesabaran saat mengolahnya. Kunci dari nikmatnya segelas TST adalah timing di pengocokan telurnya. Tak hanya mengolahnya yang membutuhkan kesabaran, para konsumen yang ingin menikmatinya juga harus bersabar untuk dapat meminumnya. Apalagi jika kondisi banyak yang memesan TST, kalau tak sabar maka bersiap untuk menyaksikan beradunya kepala dengan meja (just kidding wae mah...)

Sahabat.....
Saat menyeruput segelas TST, tanpa sadar sebenarnya kita sedang menghayati suatu fenomena sosial di tengah kehidupan kita. Bayangkan telur yang amis, susu yang  manis dan teh yang pahit berpadu menjadi satu minuman bernama TST yang rasanya nikmat.
Inilah yang mewarnai kehidupan kita. Tak semua berasal dari kondisi yang sama. Tak semua memiliki fisik yang sama. Dan tak semua berada pada mimpi yang sama.
Tak heran ditengah proses sosialisasi dengan masyarakat, kita akan menemukan beragam karakter manusia. Tapi keberagaman ini justru memperindah kehidupan kita. Bayangkan jika semua memiliki paras yang rupawan. Atau semua memiliki harta yang berlimpah. Sekilas kondisi ini akan terasa indah. Tapi sejatinya ada kehampaan didalamnya. Maka sikap saling memperhatikan, saling membantu, saling peduli mungkin tak akan pernah ada. Karena semua berada dalam kondisi yang sama. Hal ini sama dengan sebuah lukisan yang semua berasal dari satu warna.
Indahkah jika sebuah lukisan pemandangan dicat seluruhnya dengan warna hitam? Tentu jauh dari kondisi indah. Begitu juga dengan kita, perbedaan yang ada sejatinya mendatangkan banyak kebermanfaatan bagi semua.
Lihatlah kondisi para sahabat, yang Rasulullah katakan sebagai generasi terbaik. Usman bin Affan yang kaya raya. Yang dengan hartanya menjadi salah satu penyokong dakwah Islam. Ali bin Abi Thalib yang sederhana. Dimana saking sederhananya saat dinikahkah dengan Fatimah Azzahra oleh Rasulullah SAW menjadikan baju besinya sebagai mahar. Atau Bilal bin Rabbah, sosok yang begitu dicintai Rasulullah. Yang saking cintanya, sampai beliau mengibaratkan Ia dan Bilal seperti jari tengah dan jari telunjuk. Padahal diawal Bilal bin Rabbah tak lebih seorang budak.
Ternyata perbedaan diantara mereka justru melahirkan kisah-kisah yang heroik nan menyentuh. Perbedaan yang ada justru mensinergikan. Hingga dakwah Islam berkembang ke seluruh penjuru bumi.

Perbedaan itu rahmat, manakala kita memandangnya sebagai kekuatan yang akhirnya mampu mengeluarkan potensi-potensi yang dimiliki.

“Cinta kita karena satu tubuh
Yang tak terbatas jarak dan waktu
Andai ada kata berpisah
Cukuplah ia hanya sampai dimata”

--Maidany feat Zahyd Nasyid ; Satu Tubuh--

Posting Komentar

3 Komentar